Solusi Masa Depan untuk Mengatasi Kebutaan dan Gangguan Penglihatan
Isi Survey
Kebutaan dan gangguan penglihatan masih menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia. Berdasarkan hasil survei Nasional tahun 2016, kerjasama antara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI) dengan Persatuan Dokter Mata Indonesia (PERDAMI), didapatkan penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia disebabkan oleh Katarak, Kekeruhan Kornea, dan Kelainan Refraksi. Kondisi ini sangat disayangkan karena lebih dari 90% penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia merupakan kebutaan yang dapat dihindari (avoidable blindness).
Dampak kecacatan yang ditimbulkan dari masalah kesehatan mata dapat dimulai dari yang paling ringan berupa gangguan penglihatan hingga kebutaan sebagai konsekuensi terberat. Disabilitas kebutaan tentu sangat signifikan mengubah hidup pasien. Baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun di komunitasnya. Bahkan lebih jauh dapat membawa dampak negatif pada skala nasional bila terus terjadi pada kelompok usia anak-anak dan usia produktif.
Mata merupakan salah satu organ vital bagi kehidupan manusia. Secara alami, mata tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki dirinya sendiri bila terjadi kerusakan. Pengobatan dan tindakan operasi yang tersedia masih terbatas dalam mengembalikan struktur normal mata, maupun fungsi penglihatan. Fungsi penglihatan yang terganggu atau bahkan kehilangan indera penglihatan, akan berdampak negatif pada tumbuh kembang anak, serta mengganggu kehidupan pribadi, keluarga, maupun sosial.
Kornea merupakan lapisan terluar pada organ bola mata setelah lapisan konjungtiva. Secara anatomis, kornea terdiri dari lima lapisan sel yang tersusun sedemikian rupa agar membentuk sebuah lapisan yang transparan dan tembus cahaya. Secara fisiologis, kornea merupakan salah satu bagian penting dalam aksis penglihatan bagi mata manusia. Kejernihan kornea merupakan faktor penentu atau pintu masuk bagi cahaya yang dipantulkan oleh objek, sebelum diterima di lapisan retina mata sebagai bayangan objek, yang lebih lanjutnya akan dipersepsikan oleh lobus oksipital otak besar sebagai sebuah benda.
Berbagai faktor risiko dan proses penuaan dapat membuat kornea kehilangan kejernihannya. Teknologi pengobatan yang ada terbatas hanya pada mengontrol gejala, namun tidak menyembuhkan penyakitnya. Sebagai contoh, penderita diabetes dan hipertensi harus minum obat seumur hidup untuk mengontrol gejalanya. Kerusakan pada kornea mata bersifat permanen dan berkomplikasi menjadi kebutaan bila tidak mendapat cangkok kornea yang cocok. Masih banyak lagi masalah kesehatan lainnya yang sampai dengan saat ini belum dapat ditatalaksana secara tuntas.
Masalah kesehatan yang tidak tuntas mengakibatkan tingginya angka morbiditas pada masyarakat, terutama pada kelompok usia produktif. Kondisi sakit selanjutnya akan menurunkan kualitas hidup setiap manusia, dan berdampak pada menurunnya produktivitas. Kinerja SDM yang menurun tentu berimbas pada melambat dan melemahnya perekonomian negara. Kondisi ini telah dialami oleh seluruh negara, termasuk Indonesia saat pandemi Covid-19.
Melalui teknologi terapi Stem Cell Mata, akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam kemajuan teknologi di bidang kesehatan mata. Segala kekurangan seperti sulitnya mendapat donor korena, tingginya biaya operasi cangkok korena, serta terbatasnya masa pakai cangkok kornea dapat diatasi dengan hadirnya teknologi terapi Stem Cell Mata. Kesehatan mata yang prima akan menunjang produktivitas masyarakat, serta turut berperan dalam memperkuat perekonomian untuk pembangunan berkelanjutan Negara Kesatuan Republik Indonesia.